Rabu, 18 Maret 2015

Poem by Lord Byron (I watched Thee)

Jika diresapi secara mendalam, puisi ini mengena....


I watched thee when the foe was at our side

Aku melihatmu ketika lawan sedang berada disamping kita

Ready to strike at him, or thee and me

Siap untuk menyerangnya, atau kamu atau saya

Were safety hopeless rather than divide

Apakah ada harapan keselamatan lebih dari terpisah

Aught with one loved, save love and liberty.

Mencintai seseorang dengan apapun, menyimpan cinta dan memberanikan diri

I watched thee in the breakers when the rock

Aku melihatmu dalam gelombang besar berbatu karang

Received our prow and all was storm and fear

Menerima haluan kami dan semua adalah badai dan rasa takut

And bade thee cling to me through every shock

Dan kamu memerintahkan kepada saya untuk berpegang teguh dalam melalui setiap goncangan

This arm would be thy bark or breast thy bier.

Lengan ini akan menghardik Mu atau menghadapi tandu jenazah Mu.

I watched thee when the fever glazed thine eyes

Aku melihatmu ketika demam sayu matamu

Yielding my couch, and stretched me on the ground

Melengkungkan tempat tidurku dan merentangkanku dalam tanah

When overworn with watching, ne’er to rise

Ketika memperhatikan dengan menonton, tak bereaksi

From thence, if thou an early grave hadst found.

Dari situ, permulaan kamu di temukan terkubur di neraka

The earthquake came and rocked the quivering wall

Gempa datang dan mengguncang dinding bergetar

And men and Nature reeled as if with wine

Dan laki-laki dan Alam tergulung seolah-olah seperti minuman anggur

Whom did I seek around the tottering Hall

Yang saya lihat sekeliling ruangan berjalan terhuyung-huyung

For thee, whose safety first provide for thine.

Engkau yang pertama menyediakan keselamatan

And when convulsive throes denied my breath

Dan ketika kejang sakaratul maut meniadakan nafasku

The faintest utterance to my fading thought

Ungkapan samar dengan kehilangan pikiranku

To thee, to thee, even in the grasp of death

Kepadamu, kepadamu, bahkan diambang kematian

My spirit turned. Ah! Oftener than it ought.

Semangat saya berubah. Ah! Lebih sering daripada seharusnya.

Thus much and more, and yet thou lov’st me not,

Demikian banyak dan lebih, namun engkau tidak mencintaiku

And never wilt, Love dwells not in out will

Dan tidak pernah layu, cinta tetap tinggal

Nor can I blame thee, though it be my lot

Saya juga tidak bisa menyalahkan kamu, meskipun  itu nasibku

To strongly, wrongly, vainly, love thee still.

Dengan kuat, salah, sia, sia, Engkau masih mengasihi.

In my opinion, puisi diatas menceritakan tentang perjuangan, cinta antar manusia di dunia dengan Tuhan. Mungkin, yang kita lihat dan rasakan manusia bisa mencintai sesama tetapi tidak seperti kasih Tuhan. Ia yang membantu, mengasihi manusia dalam kondisi apapun. Dan mengingatkan kita akan perihal akhirat bahwa itu nyata adanya. Sekian. Semoga kita termasuk dalam surga-Nya aamiin👼

0 komentar:

Posting Komentar